Selasa, 25 Januari 2011

SEKILAS MENGENAI SEKSI 140 - PRINSIP KERAHASIAAN

Mulai tanggal 1 Januari 2010, kode etik yang dimiliki oleh Ikatan Akuntan Indonesia telah mengalami perubahan. Kode etik yang baru tersebut disahkan bertepatan dengan Rapat Pleno Pengurus IAPI yang diselenggarakan pada tanggal 14 Oktober 2008.

Terdapat beberapa perbedaan antara kode etik yang sudah lama berlaku dengan kode etik yang baru disahkan. Salah satunya yaitu terdapat pada Prinsip Etika terutama pada Prinsip Kelima – Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional yang disandingkan dengan Prinsip Dasar Etika Profesi terutama pada Seksi prinsip kerahasiaan

Di bawah ini disajikan isi dari Seksi 140 – Prinsip kerahasiaan :

140.1 Prinsip kerahasiaan mewajibkan setiap Praktisi untuk tidak melakukan tindakan - tindakan sebagai berikut:

(a) Mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis kepada pihak di luar KAP atau Jaringan KAP tempatnya bekerja tanpa adanya wewenang khusus, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkannya sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang berlaku; dan

(b) Menggunakan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga.

140.2 Setiap Praktisi harus tetap menjaga prinsip kerahasiaan, termasuk dalam lingkungan sosialnya. Setiap Praktisi harus waspada terhadap kemungkinan pengungkapan yang tidak disengaja, terutama dalam situasi yang melibatkan hubungan jangka panjang dengan rekan bisnis maupun anggota keluarga langsung atau anggota keluarga dekatnya.

140.3 Setiap Praktisi harus menjaga kerahasiaan informasi yang diungkapkan oleh calon klien atau pemberi kerja.

140.4 Setiap Praktisi harus mempertimbangkan pentingnya kerahasiaan informasi terjaga dalam KAP atau Jaringan KAP tempatnya bekerja.

140.5 Setiap Praktisi harus menerapkan semua prosedur yang dianggap perlu untuk memastikan terlaksananya prinsip kerahasiaan oleh mereka yang bekerja di bawah wewenangnya, serta pihak lain yang memberikan saran dan bantuan profesionalnya.

140.6 Kebutuhan untuk mematuhi prinsip kerahasiaan terus berlanjut, bahkan setelah berakhirnya hubungan antara Praktisi dengan klien atau pemberi kerja. Ketika berpindah kerja atau memperoleh klien

baru, Praktisi berhak untuk menggunakan pengalaman yang diperoleh sebelumnya. Namun demikian, Praktisi tetap tidak boleh menggunakan atau mengungkapkan setiap informasi yang bersifat

rahasia yang diperoleh sebelumnya dari hubungan profesional atau hubungan bisnis.

140.7 Di bawah ini merupakan situasi-situasi yang mungkin mengharuskan Praktisi untuk mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia atau ketika pengungkapan tersebut dianggap tepat:

(a) Pengungkapan yang diperbolehkan oleh hukum dan disetujui oleh klien atau pemberi kerja;

(b) Pengungkapan yang diharuskan oleh hukum, sebagai contoh:

(i) Pengungkapan dokumen atau bukti lainnya dalam sidang pengadilan; atau

(ii) Pengungkapan kepada otoritas publik yang tepat mengenai suatu pelanggaran hukum; dan

(c) Pengungkapan yang terkait dengan kewajiban professional untuk mengungkapkan, selama tidak dilarang oleh ketentuan hukum:

(i) Dalam mematuhi pelaksanaan penelaahan mutu yang dilakukan oleh organisasi profesi atau regulator;

(ii) Dalam menjawab pertanyaan atau investigasi yang dilakukan oleh organisasi profesi atau regulator;

(iii) Dalam melindungi kepentingan profesional Praktisi dalam sidang pengadilan; atau

(iv) Dalam mematuhi standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku.

140.8 Dalam memutuskan untuk mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia, setiap Praktisi harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

(a) Dirugikan tidaknya kepentingan semua pihak, termasuk pihak ketiga, jika klien atau pemberi kerja mengizinkan pengungkapan informasi oleh Praktisi;

(b) Diketahui tidaknya dan didukung tidaknya semua informasiyang relevan. Ketika fakta atau kesimpulan tidak didukung bukti, atau ketika informasi tidak lengkap, pertimbangan profesional harus digunakan untuk menentukan jenis pengungkapan yang harus dilakukan; dan

(c) Jenis komunikasi yang diharapkan dan pihak yang dituju. Setiap Praktisi harus memastikan tepat tidaknya pihak yang dituju dalam komunikasi tersebut.